Opini

Misteri Logistik

Misteri Logistik

Oleh: Maya Yudayanti, S.Sos.

Ketua KPU Kabupaten Boyolali

 

Tragedi kemanusiaan berupa meninggalnya 894 petugas penyelenggara pemilu dan 5.175 yang mengalami sakit pada pelaksanaan Pemilu 2019, menjadi catatan duka sejarah perjalanan demokrasi elektoral di Indonesia. Jumlah tersebut masih belum termasuk yang meninggal maupun sakit dari unsur pengawas pemilu, Polri, TNI, maupun pihak peserta pemilu. Kelelahan akibat ritme dan durasi pekerjaan berupa beban administratif yang sangat banyak, tekanan waktu yang tinggi, disinyalir menjadi salah satu penyebab tragedi tersebut. Maka berangkat dari pengalaman kelam tersebut, pada penyelenggaraan pemilu 2024, menguat komitmen KPU bersama seluruh elemen bangsa untuk mencegah terjadinya tragedi serupa. Dilakukan penyederhanaan berbagai formulir yang dibutuhkan dalam Pemungutan penghitungan suara serta rekapitulasi, sehingga petugas KPPS terkurangi beban administratifnya. KPU juga telah menyediakan alat pengganda dokumen pada setiap TPS, sehingga jumlah lembar yang harus di tulis tangan juga berkurang sangat signifikan, kesalahan dalam penulisanpun dapat diminimalisir. Sebelumnya, pada mekanisme rekruitmen badan adhoc penyelenggara pemilu, memastikan bahwa calon penyelenggara tidak memiliki komorbid atau penyakit penyebab. Pemeriksaan terhadap tekanan darah, kadar gula darah, serta kadar kolesterol dalam darah menjadi pemeriksaan wajib serta akan menjadi salah satu bahan pertimbangan utama dalam menentukan keterpilihan calon badan adhoc.

 

Salah satu kegiatan yang bukan termasuk tahapan tetapi sangat menguras pikiran dan tenaga adalah pengadaan hingga distribusi logistik ke TPS. Terkhusus pada pemilu dan pilkada serentak 2024 yang berhimpitan, mengelola logistik ini menjadi seperti tanjakan terjal yang harus didaki oleh penyelenggara. Pada Pemilu 2024, di Kabupaten Boyolali terdapat 69 jenis logistik selain surat suara yang harus disediakan oleh KPU Kabupaten dalam waktu dan jumlah yang tepat. Untuk menata kelola 69 jenis logistik ini, diperlukan tempat atau gudang yang memenuhi persyaratan antara lain luasan memadai, bebas banjir, tidak bocor, bebas hama, pencahayaan cukup, tidak lembab, mudah diakses kendaraan pengangkut logistik, tersedia peralatan pengamanan penunjang seperti cctv, alat pemadam kebakaran serta peralatan pendukung lain. Penyediaan gudang logistik adalah langkah awal untuk mewujudkan tata kelola logistik yang efektif. Persoalannya, penyediaan gudang ini seringkali tidak mudah karena berbagai sebab. Meskipun banyak gudang milik swasta tersedia untuk disewakan, namun biaya sewanya tidak sesuai dengan standar biaya masukan sehingga terpaksa menyewa gudang dengan biaya lebih murah dengan berbagai resiko yang harus ditanggung. Pemerintah daerah sendiri tidak memiliki fasilitas gudang yang cukup memadai untuk digunakan dalam keperluan pemilu dengan jumlah pemilih sebesar 825.630 orang. Dari sejumlah pemilih tersebut, surat suara yang harus di sortir dan dilipat oleh petugas adalah sebanyak 4.219.045 lembar. Ini baru surat suara, yang menjadi logistik mahkota dalam pemilu atau pilkada. Masih ada ratusan ribu lembar formulir yang tidak kalah drama misterinya dari sortir hingga distribusi. Sudah banyak fakta pada hari pemungutan suara, disetiap periode pemilu maupun pilkada di berbagai daerah di seluruh Indonesia, laporan ketidaksesuaian jumlah dan jenis logistik membuat proses pungut hitung di tps menjadi terganggu. Akibat dari terganggunya proses di TPS, jika tak segera mendapatkan solusi masih dapat berlanjut pada kekacauan dan dapat berujung hingga pemungutan atau penghitungan suara ulang. Lebih jauh, pernik pernik persoalan sehubungan dengan logistik di TPS ini dapat ditarik panjang dalam dalil dalil gugatan di berbagai jenis dan level sengketa.

 

Masyarakat tahu, berbagai persoalan masih saja menjadi hantu dalam tata kelola logistik. Sebutlah misalnya masih adanya ketidaksesuaian antara perencanaan jumlah logistik di TPS jumlah logistik yang diterima, kelebihan atau kekurangan surat suara, formulir, atau logistik yang lain. Hantu dalam tata kelola logistik disebabkan karena prinsip prinsip manajemen gudang tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan. Maka setelah beberapa saat lamanya berjibaku dengan berbagai problematika logistik pemilu dan pemilihan, lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024, meskipun kita masih menunggu proses politik pembentuk undang undang, terasa memberikan angin segar bagi penyelenggara kelak dalam menyiapkan dan melaksanakan tata kelola logistik. Pemisahan pemilu nasional dan pemilu daerah diharapkan menjadi momentum untuk semakin membenahi pengelolaan logistik, yang selama ini seperti diburu oleh waktu. Pada Pemilu 2024 lalu, ketika terjadi irisan tahapan pemilu dan pilkada yang sangat berhimpit, KPU pada setiap tingkatan harus berakrobat dengan waktu demi untuk memastikan bahwa logistik dapat terdistribusikan secara selamat, tepat waktu dan tepat jumlah. Mestinya, pemisahan waktu pemilu nasional dan pemilu daerah, memberikan waktu lebih leluasa kepada jajaran KPU dalam pengadaan serta pengelolaan logistik.

 

Tak dipungkiri butuh stamina yang sangat prima untuk melaksanakan setiap tahapan panjang sejak pemilu hingga pilkada, utamanya dalam pengelolaan logistik yang selain membutuhkan kecermatan, ketelitian juga membutuhkan kondisi fisik yang sehat. Anggota maupun pegawai di KPU tidak boleh merasa sakit dan tidak boleh merasa lelah, adalah mantra penyemangat selama melaksanakan tahapan demi tahapan ini. Sekali saja sakit, maka dapat mengganggu jalannya tahapan dan pelayanan pemilih, sehingga meskipun kelelahan ini tak terhindarkan, mengingat tahapan memang panjang, fisik dan mental harus disiapkan. Tanggungjawab pekerjaan sangat banyak sementara jumlah personal inti terbatas. Lelah fisik dan mental ini dapat menjurus kepada kondisi burnout, sebuah kondisi kelelahan emosional, fisik, dan mental yang muncul akibat stres berkepanjangan di tempat kerja dan ketidakseimbangan antara tuntutan pekerjaan dengan sumber daya yang tersedia. Burnout juga memiliki potensi dan kecenderungan untuk menyalahkan orang lain atau hal hal diluar dirinya, terkadang juga menghubungkan situasi kekacauan logistik dengan hal yang bersifat mistik, sebagai kambing hitam dari keadaan yang terjadi. Sehingga, alih alih mengevaluasi mendalam dan berefleksi menyeluruh, acap kali makluk supranatural justru diseret dan dituduh terlibat dalam kesalahan menyembunyikan logistik, tiba tiba mendatangkan hujan atau mematikan arus listrik gudang. Padahal teori manajemen mengajarkan bahwa perencanaan yang baik, pengelolaan yang baik serta adanya mitigasi resiko sebagai bagian dari pengendalian adalah kunci.

 

Selain kelelahan, kondisi gudang dan factor yang berpotensi menyebabkan tata kelola tidak berjalan dengan baik adalah tidak tersedianya standar operasional prosedur sebagai rincian langkah langkah pelaksanaan. Manajemen gudang dilaksanakan dengan mengacu pada hal hal yang pernah dilakukan, tanpa evaluasi mendalam dan menuangkan alur serta langkah dalam prosedur standar operasi. Kalaupun toh ada sop, tidak selalu memuat detail langkah, atau ada sop tetapi tidak dipatuhi karena berbagai dalih, sehingga keberadaannya hanya bersifat formalitas. Alur keluar masuk barang seringkali juga tidak rapi dan tidak terstandar, sehingga terkesan semrawut karena berkejaran dengan waktu. Banyak orang di gudang, tetapi tugas fungsinya saling tumpang tindih. Dalam pensortiran, pelipatan dan pengepakan surat suara, diperlukan ketelitian dan kecermatan, serta kejujuran karena kesalahan dalam penghitungan dan pengemasan di dalam sampul, mengakibatkan kekacauan di TPS. Oleh sebab itu, diperlukan perbaikan prosedur dalam sortir, lipat hingga pengepakan. Dalam satu kelompok petugas yang mensortir, melipat, menghitung, perlu dipisahkan tugasnya agar berkonsentrasi pada satu hal yang sama. Yang mensortir bertugas khusus hanya mensortir, yang melipat betugas khusus hanya melipat, menghitung khusus hanya menghitung.

 

Berangkat dari berbagai persoalan tata kelola diatas, yang perlu dilakukan kedepan adalah, memastikan bahwa SOP benar benar sudah dibuat secara detail dan dilaksanakan. Segera melakukan koreksi ketika ada langkah yang tidak sesuai. Penempatan peran dan fungsi petugas juga harus mendapatkan perhatian, agar tidak terjadi over laping penugasan, serta fokus pada peran fungsinya untuk memperkecil kesalahan prosedur atau human error. Terkadang yang menjadi kendala spesialisasi peran fungsi petugas di gudang ini adalah sistem pembayaran yang tidak sesuai standar biaya masukan, sehingga sulit dipertanggungjawabkan. Mengingat logistik pemilu ini sangatlah penting, oleh sebab itu penting juga untuk melakukan penyesuaian standar biaya.

 

Penataan space gudang yang disesuaikan dengan jumlah dan volume logistik, adalah langkah awal dalam membangun manajemen logistik. Dalam ruangan gudang yang cukup memadai untuk seluruh kegiatan tata kelola logistik, prosentase untuk terjadinya ketidaksesuaian jumlah dan jenis logistik di tps, diharapkan dapat dicegah lebih dini. Ruangan yang memadai membuat penempatan orang dan barang menjadi lebih teratur, lalu lintas keluar masuk orang dan barang juga lebih terkontrol.

 

Hal ketiga adalah keseriusan dalam pengadaan gudang, antara standar gudang yang dibutuhkan dengan anggaran pembiayaan yang ada juga harus sesuai. Tidak berlebihan rasanya apabila perlu ada petugas yang secara khusus mendapatkan ilmu tentang manajemen gudang, atau sertifikasi kompetensi pengelolaan logistik. Sebab dari waktu kewaktu persoalan logistik pemilu berputar pada hal yang sama, meskipun saat ini dirasakan telah semakin baik. Semoga pada pemilu ataupun pilkada mendatang, dengan waktu yang cukup serta tata kelola yang baik, hantu-hantu logistik tak lagi menemukan tempatnya, karena logistik telah ditata, dikelola dan dimitigasi dengan lebih professional.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 168 kali