Opini

Kualitas SDM Badan Ad-Hoc: Kunci Sukses Pemilu di Boyolali

Kualitas SDM Badan Ad-Hoc: Kunci Sukses Pemilu di Boyolali

Oleh: Nyuwardi, SP.d., M.Si.

Anggota KPU Kabupaten Boyolali Divisi Sosdiklih Parmas dan SDM

 

Dalam tahapan demokrasi di Boyolali, setiap tahapan pemilu, mulai dari pemutakhiran data pemilih hingga pemungutan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara, melibatkan peran krusial badan-badan ad-hoc. Badan-badan ini meliputi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), dan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih), yang bertugas di setiap pelosok wilayah, mulai dari perkotaan yang padat penduduk hingga desa-desa terpencil di lereng Gunung Merapi. Posisi mereka bukan sekadar tugas sementara, melainkan peran krusial sebagai penegak kebenaran dan keadilan, memastikan proses demokrasi berjalan sesuai aturan.

Mereka yang menduduki posisi badan ad-hoc berada di garda terdepan pelaksanaan pemilu di lapangan. Setiap keputusan, tindakan, dan sikap mereka akan berdampak langsung pada keandalan hasil pemilu dan kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu. Tanpa sumber daya manusia (SDM) yang berintegritas tinggi, mereka berisiko dipengaruhi oleh kepentingan politik atau kecurangan yang mencederai keadilan. Tanpa kompetensi yang memadai, mereka dapat melakukan kesalahan administratif maupun teknis yang berujung pada kekacauan dan perselisihan. Dan tanpa dedikasi, mereka tidak akan mampu memenuhi tantangan waktu dan energi yang signifikan dalam menjalankan tugasnya.

Disinilah pembahasan kualitas sumber daya manusia dalam badan ad-hoc menjadi krusial, karena merupakan kunci keberhasilan pemilu Boyolali. Tanpa personel yang berkualitas, demonstrasi demokrasi yang seharusnya hidup dan penuh harapan berisiko runtuh. Opini ini akan menguraikan secara mendalam mengapa tiga aspek, yaitu integritas, kompetensi, dan dedikasi, begitu krusial, serta langkah-langkah yang perlu diambil Komisi Pemilihan Umum (KPU) Boyolali untuk memastikan sumber daya manusia yang berkualitas dalam badan ad-hoc tersebut berada di garda terdepan proses pemilu.

Pertama, integritas merupakan aspek paling mendasar yang harus dimiliki oleh setiap anggota badan ad-hoc. Integritas bukan sekadar kata, melainkan sikap moral yang mendarah daging yang menjunjung tinggi standar etika dan menolak pengaruh kepentingan politik, suap, atau tekanan dari pihak mana pun. Mereka harus mampu menjalankan tugasnya secara jujur, adil, dan transparan, karena setiap tindakan mereka mencerminkan kebenaran proses demokrasi.

Tanpa integritas, kepercayaan publik terhadap pemilu akan langsung hancur. Bayangkan jika seorang anggota KPPS di sebuah TPS kelurahan Pulisen kecamatan Boyolali, tergoda untuk mengubah hasil penghitungan suara di Formulir C. Perubahan sekecil apa pun dapat berdampak signifikan. Suara sah yang seharusnya terwakili dengan baik, akan bergeser, merusak keadilan, dan memicu perselisihan yang berkepanjangan. Kecurangan semacam itu bahkan dapat membuat hasil pemilu tidak mencerminkan keinginan sejati masyarakat Boyolali.

Sebaliknya, anggota badan ad-hoc yang berintegritas akan menjadi penjaga kebenaran di lapangan, bahkan ketika menghadapi tantangan yang signifikan. Misalnya, anggota Pantarlih yang ditugaskan di desa-desa terpencil seperti Kecamatan Selo, yang akses jalannya sulit dan medannya sulit, akan tetap tekun memastikan setiap penduduk terdaftar dengan benar. Mereka tidak akan melewatkan penduduk yang memenuhi syarat atau memanipulasi data, bahkan jika mereka harus menempuh jarak jauh di bawah terik matahari atau hujan, hanya untuk memastikan proses pendaftaran pemilih berjalan adil.

Integritas juga berarti keberanian untuk bertindak sesuai aturan, tanpa takut menyinggung pihak tertentu. Misalnya, seorang anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Desa Cerme, Kecamatan Juwangi, yang menemukan kecurangan dalam proses pemungutan suara akan segera melaporkannya kepada pihak berwenang, alih-alih menyembunyikannya untuk keuntungan pribadi atau kelompok. Hal ini tidak hanya menjaga keadilan pemilu tetapi juga membangun kepercayaan publik terhadap keseluruhan proses.

Kedua, kompetensi merupakan faktor krusial dalam menentukan kelancaran dan keakuratan proses pemilu di lapangan. Penyelenggaraan pemilu bukanlah tugas yang bisa dilakukan oleh sembarangan orang; dibutuhkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian khusus, yang melibatkan banyak tahapan kompleks, mulai dari pengelolaan data dan logistik hingga pemanfaatan teknologi modern. Tanpa kompetensi yang memadai, bahkan anggota yang berintegritas pun dapat melakukan kesalahan yang merugikan, dan potensi kecurangan pun akan meningkat.

Kompetensi yang dibutuhkan mencakup beberapa aspek. Pertama, pemahaman mendalam tentang undang-undang dan peraturan pemilu yang berlaku, mulai dari Konstitusi dan Undang-Undang Pemilu hingga peraturan pelaksanaan teknis yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tanpa pengetahuan ini, anggota badan ad-hoc akan kesulitan menentukan tindakan yang tepat ketika menghadapi situasi tak terduga di lapangan, seperti pemilih yang mencoba menggunakan hak pilihnya meskipun belum terdaftar atau pihak-pihak yang mencoba mengganggu proses. Kedua, keterampilan administratif yang kuat sangat penting untuk mengelola dokumen, data, dan logistik secara efektif.

Misalnya, jika Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Desa Sambi tidak kompeten dalam mengelola logistik surat suara, bisa jadi terjadi kekurangan logistik yang membuat beberapa pemilih tidak dapat menggunakan hak pilihnya, atau kelebihan logistik yang dapat disalahgunakan, sehingga mengakibatkan kekacauan di hari pemungutan suara dan potensi sengketa. Lebih lanjut, kemampuan mengoperasikan teknologi juga krusial. PPK yang tidak memahami sistem rekapitulasi elektronik (Sirekap) dapat mengakibatkan hasil pemilu yang tidak akurat di tingkat kecamatan, seperti yang terjadi di beberapa daerah pada pemilu sebelumnya, dan bahkan dapat mengganggu hasil rekapitulasi secara keseluruhan.

Kompetensi juga mencakup keterampilan komunikasi yang baik dengan publik. Misalnya, anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di desa Manggis Kecamatan Mojosongo harus mampu menjelaskan proses pemungutan suara dengan jelas kepada pemilih yang lebih tua atau pemilih yang belum pernah memilih sebelumnya, sehingga mereka dapat mencoblos surat suara dengan benar tanpa kesalahpahaman. Hal ini tidak hanya mencegah kesalahan dalam memilih, tetapi juga memastikan publik merasa nyaman dan telah mendapatkan informasi yang benar selama proses pemiu ataupun pemilihan.

Ketiga, dedikasi adalah semangat dan komitmen yang menjadi pendorong utama kemampuan anggota badan ad-hoc dalam menghadapi tantangan berat penyelenggaraan pemilu. Menjadi anggota badan ad-hoc bukanlah pekerjaan yang menjanjikan imbalan materi yang substansial, melainkan tugas yang membutuhkan pengorbanan waktu dan tenaga yang luar biasa. Tanpa dedikasi yang tinggi, bahkan mereka yang berintegritas dan kompeten pun akan kesulitan untuk bertahan dan memberikan yang terbaik di setiap tahapan proses.

Dedikasi mereka terbukti dari kesediaan mereka untuk bekerja melebihi jam kerja normal, bahkan dalam kondisi yang tidak nyaman. Misalnya, selama proses penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS), yang dimulai segera setelah pemungutan suara berakhir dan berlangsung hingga larut malam atau dini hari. Anggota KPPS yang berdedikasi tidak terburu-buru atau malas; mereka tetap fokus dan teliti, memastikan setiap surat suara dihitung dengan benar, bahkan ketika lelah dan lapar.

Demikian pula, Pantarlih, yang bertugas memperbarui data pemilih di seluruh wilayah kabupaten Boyolali, harus berkeliling dari rumah ke rumah, bahkan ke dusun terpencil di lereng Gunung Merapi, yang aksesnya sulit. Baik di tengah terik matahari, hujan deras, maupun jalanan licin, mereka akan tetap menjalankan tugasnya untuk memastikan setiap warga negara yang memenuhi syarat dapat mendaftar dan berpartisipasi dalam pemilu. Tanpa dedikasi seperti itu, banyak warga negara akan terabaikan dan hak pilih mereka akan hilang.

Dedikasi juga berarti kemauan untuk belajar dan beradaptasi dengan situasi yang terus berubah. Misalnya, ketika ada perubahan peraturan atau teknologi baru yang digunakan dalam pemilu, anggota badan ad-hoc yang berdedikasi akan berpartisipasi aktif dalam pelatihan dan berusaha untuk memahami sepenuhnya. Hal ini memastikan mereka selalu siap menghadapi tantangan apa pun dan menjalankan tugasnya secara profesional, bahkan dalam situasi sulit.

Kesimpulannya, dari semua pembahasan di atas, tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas sumber daya manusia dalam badan ad-hoc mutlak menjadi kunci keberhasilan pemilu di Boyolali. Di wilayah Boyolali yang secara geografis dan sosial beragam, mulai dari perkotaan yang padat penduduk hingga desa-desa terpencil di lereng Gunung Merapi, peran mereka sebagai pelaksana di lapangan menjadi semakin krusial. Tanpa integritas yang tinggi, mereka berisiko menggerogoti keadilan demokrasi. Tanpa kompetensi yang memadai, kesalahan dan kekacauan akan sulit dihindari. Dan tanpa dedikasi yang tulus, tugas berat penyelenggaraan pemilu tidak akan terlaksana dengan baik. Ketiga aspek ini saling melengkapi dan tak terpisahkan, hanya dengan memadukannya, sumber daya manusia badan ad-hoc dapat menjadi penjaga kebenaran yang dapat dipercaya publik.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Boyolali bertanggungjawab penuh untuk memastikan kualitas sumber daya manusia badan ad-hoc tidak dapat ditawar. Proses rekrutmen dan seleksi harus ketat, transparan, dan berdasarkan kriteria yang jelas, dengan fokus pada integritas, kompetensi, dan dedikasi. Selain itu, pelatihan komprehensif harus diberikan sebelum proses pemungutan suara dimulai, yang tidak hanya mencakup regulasi dan teknologi, tetapi juga etika dan tanggung jawab sosial. Pelatihan yang berkualitas akan membantu mereka mempersiapkan diri menghadapi tantangan di lapangan dan menjalankan tugasnya secara profesional.

Dengan sumber daya manusia yang mumpuni dalam badan ad-hoc, proses pemilu di Boyolali akan berjalan lancar, adil, dan transparan. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara pemilu, tetapi juga memastikan suara rakyat Boyolali benar-benar terwakili dan melahirkan pemimpin yang kredibel dan kompeten. Dalam jangka panjang, upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam badan ad-hoc merupakan investasi berharga untuk mewujudkan demokrasi yang inklusif dan berkualitas di Boyolali, dimana setiap warga negara merasa hak pilihnya dihormati dan proses pemilu benar-benar mewakili kehendak kolektif. Sebagai warga negara, kita juga memiliki peran untuk mendukung dan menghargai kinerja sumber daya manusia badan ad-hoc, karena merekalah yang bekerja tanpa lelah untuk menjaga keberlanjutan demokrasi kita.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 19 kali